Kamis, 07 Februari 2008

Tanggapan Etis Terhadap Pembantaian Orang Kanaan

Tanggapan Etis Terhadap Pembantaian Orang Kanaan


I. Pendahuluan.

Peristiwa pembantaian terhadap orang Kanaan merupakan salah satu masalah khusus yang terdapat dalam kitab Yosua. Dimana dalam kitab Yosua ini, bangsa Israel seolah-olah digambarkan seperti orang yang tak kenal belas kasihan. Yang dengan sadis membantai orang-orang Kanaan, baik tua maupun muda, baik laki-laki maupn perempuan. Tanpa meninggalkan seorang pun untuk dibiarkan hidup.

Sehingga permasalahan ini menimbulkan perdebatan khusus dalam bidang kemanusiaan. Bahkan menimbulkan perdebatan antara para ahli, yang kemudian menimbulkan pendapat bahwa Allah dalam PL berbeda dengan Allah dalam PB. Oleh karena itu saya merasa tertarik dan mencoba untuk membahas masalah pembantaian terhadap orang Kanaan dalam tulisan ini.

II. Teks dan Konteks.

A. Teks.

Sebagai langkah awal untuk membahas permasalahan ini, maka saya merasa perlu untuk membahas teks Alkitab yang berkaitan dengan masalah pembantaian ini.

Ketika bangsa Israel keluar dari tanah Mesir dan menuju ke tanah perjanjian yaitu Kanaan, di bawah kepemimpinan Musa. Allah memberikan suatu perintah kepada mereka dalam kitab Ulangan pasal 7:7-11, dan 20:16-18 tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap orang Kanaan. Seperti “menghalau, ... memukul, ... menumpas, jangan mengadakan perjanjian, jangan mengasihani, ...dsb.

Dan perintah ini merupakan perintah yang secara langsung diberikan oleh Allah kepada bangsa Israel. Dimana dalam perintah ini disebutkan secara jelas siapa-siapa saja yang harus dibantai, yaitu tujuh bangsa1 yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada bangsa Israel.

Sehingga untuk lebih memahami masalah etis pembantaian ini, saya menggunakan pendekatan dari perspektif Allah dan perspektif sejarah. Yang dikaitkan dengan konteks budaya pada masa itu. Dan oleh karena itu, akan lebih dimengerti bila juga dibahas kondisi geografi dan kebudayaan orang Kanaan pada masa itu.

B. Konteks Sejarah.

1. Kondisi Geografis.

Kanaan merupakan suatu wilayah dari daerah pantai Siria-palestina, yang secara khusus disebut Fenisia.2 Daerah ini merupakan daratan yang subur, karena tanah setengah lingkaran yang sempit3 ini menerima cukup embun untuk bercocok tanam. Dan merupakan daratan yang menjadi jembatan antara benua Asia dan Afrika.4

Sehingga karena terletak di lokasi yang strategis, daerah ini memiliki banyak kelebihan dan keuntungan yang dapat dikembangkan dalam hal perdagangan, kesenian, dan kesusasteraan yang tidak lepas dari pengaruh bangsa lain yang ada di sekitar mereka.

2. Budaya Kanaan.

  1. Kesenian dan Kesusasteraan.

Kesenian dan kesusasteraan orang Kanaan diperkaya oleh kesenian dan kesusasteraan bangsa-bangsa lain yang ada di sekitar mereka.5 Dimana kesusasteraan orang Kanaan ini berisikan syair kepahlawanan Baal-dewa mereka.6

  1. Agama.

Kehidupan agama orang Kanaan tidak jauh berbeda dengan bangsa-bangsa lain yang menyembah ilah-ilah palsu. Dimana mereka mengembangkan agama pantheon7, yang dikepalai oleh El. Dan dalam kuil-kuil dewa orang Kanaan tersebut, terdapat perempuan-perempuan yang mempersembahkan dirinya untuk menjadi pelacur di dalam kuil tersebut. Dan ini merupakan bagian dari agama orang Kanaan yang tidak dapat dipisahkan.8 Dan seperti ciri-ciri agama penyembah berhala pada umumnya, yang mempersembahkan kurban kepada dewa-dewi mereka -seperti binatang atau bahkan manusia. Ada kemungkinan orang Kanaan juga melakukan hal ini.9 Sehingga dalam artikelnya mengenai Kanaan, K.A.Kitchen mengatakan:10

“Setelah menyadari sikap agama Kanaan itu maka menjadi makin jelaslah, bahwa secara jasmani dan rohani kekasaran-kekasaran kebudayaan Kanaan yang sedang mengalami keruntuhan itu dan kemunculan Israel dengan tugasnya yang khusus dan khas itu, tak dapat berada bersama-sama.”





III. Pembahasan Teks.

Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, bahwa saya menggunakan 2 perspektif untuk membahas masalah ini, yaitu:

  1. Perspektif Allah.

1. Kedaulatan Allah.

Di dalam kedaulatan-Nya, Allah telah menciptakan dunia ini beserta segala isinya. Dan memelihara hasil ciptaan-Nya tersebut. Dan di dalam kedaulatan-Nya, Ia menjalankan pemerintahan-Nya, kehendak-Nya dan rencana-Nya di bumi ini. Dan ini berarti:

  1. Dunia beserta segala isinya adalah milik Allah. Dan Ia mempunyai hak penuh atas segala ciptaan-Nya. Dan bila dikaitkan dengan tanah Kanaan, yang merupakan ciptaan Allah. Berarti bahwa tanah Kanaan adalah milik Allah dan Allah mempunyai hak penuh atas tanah tersebut. Sehingga Ia dapat memberikan tanah itu kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.11 Dan berhak menentukan bagaimana semestinya tanah itu dipergunakan menurut wewenang moral-Nya.12

  2. Allah dapat memakai siapa dan apa saja untuk menyatakan kehendak-Nya dan menjalankan rencana-Nya di bumi ini. Sehingga dapat dipahami bahwa bangsa Israel dipakai oleh Allah dalam kedaulatan-Nya, untuk menyatakan kehendak-Nya kepada orang Kanaan.13 Yang berupa penghukuman kepada mereka, karena dosa yang mereka perbuat di hadapan Allah. Akan tetapi ini tidak berarti Allah pilih kasih, karena bangsa Israel pun tidak terlepas dari prinsip universal ini.

Dan sehubungan dengan kehendak Allah yang berupa perintah pemusnahan terhadap orang Kanaan. Denis Green berpendapat bahwa perintah tersebut mempunyai 2 segi, yaitu:14

    • Sebagai tugas pelayanan bagi umat Israel sebagai alat Tuhan untuk menghukum kejahatan orang-orang Kanaan tersebut. (Ulangan 9:4)

    • Dan, sebagai penjagaan terhadap kemurnian iman bangsa Israel.

2. Karakter Allah.

Allah kita selain adalah Allah yang berdaulat dan bijaksana, Ia juga adalah Allah yang kudus, benar, adil, dan kasih. Dan karakter yang ada dalam diri Allah ini adalah satu kesatuan dan tidak akan pernah berubah sampai selama-lamanya. Dan ini berarti setiap keputusan yang Dia buat pasti merupakan keputusan yang adil, benar, bijak, dan tidak akan bertentangan dengan diri-Nya sendiri.15 Sehingga bila dikaitkan dengan keputusan untuk memusnahkan orang Kanaan, maka keputusan itu pasti sesuai dengan karakter Allah tersebut. Dimana keputusan ini merupakan konsekwensi dari dosa yang telah diperbuat orang Kanaan. Mengenai hal ini David M. Howard, Jr berpendapat:16

“Mengenai dosa, pertama harus kita catat bahwa dari perspektif Allah semua manusia telah berdosa dan kurang kemuliaan di hadapan-Nya (Roma 3:23) karena itu patut menerima hukuman berat (Roma 6:23). Sampai tahap ini, bangsa Kanaan hanya menerima hukuman seperti yang harus ditanggung semua manusia, dan jika ada bangsa-bangsa tertentu yang dikasihani itu hanya karena anugrah Allah semata.”

Dan ini menunjukkan bahwa untuk menilai benar atau salah setiap keputusan yang dibuat Allah bukanlah suatu hal yang mudah. Karena tidak dapat dinilai berdasarkan pertimbangan-pertimbangan etis manusia.

3. Janji Allah.

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dari perspektif Allah ialah perjanjian Allah kepada Abraham –nenek moyang bangsa Israel. William Van Gemeren berpendapat bahwa perjanjian Allah kepada Abraham mengandung 4 janji, yaitu:17

  1. Keturunan.

  2. Tanah.

  3. Kehadiran Tuhan.

  4. Berkat bagi bangsa-bangsa.

Sehingga ini menunjukkan bahwa penaklukan tanah Kanaan itu merupakan penggenapan dari janji-janji Allah kepada Abraham. Karena Allah telah berjanji untuk memberikan tanah kepada mereka. Dan mengenai pembantaian terhadap orang Kanaan dari perspektif Allah ini, Walter Kaiser menggambarkannya demikian:18

Sama seperti seorang ahli bedah tidak ragu-ragu mengamputasi anggota badan yang membusuk, sekalipun harus mengerat sejumlah daging yang sehat, demikianlah Allah harus melakukan yang sama. Ini bukanlah berbuat kejahatan agar muncul yang baik, ini adalah menyingkirkan kanker yang bisa menginfeksi seluruh masyarakat dan akhirnya menghancurkan sisa yang masih baik itu.”


Sehingga dengan membantai orang Kanaan, kekudusan dan kemurnian bangsa Israel tetap terjaga. Dan bangsa Israel dapat menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain. Sebab orang Kanaan selain berdosa kepada Allah, mereka juga mencoba menjerat bangsa Israel untuk mengikuti kebiasaan agama mereka.19

  1. Perspektif Sejarah.

Pembantaian bangsa Kanaan oleh bangsa Isarel merupakan sebuah fakta sejarah yang benar-benar terjadi. Walaupun ada beberapa ahli yang menganggap bahwa penaklukan tanah Kanaan tidak seperti yang digambarkan dalam Alkitab.20 Karena menurut mereka yang terjadi adalah sebaliknya. Dimana bangsa Israel memasuki negeri itu secara perlahan-lahan. Dan gambaran dalam pembantaian orang Kanaan tersebut hanya merupakan khayalan penulis-penulis yang kemudian. Yang telah memutarbalikkan berbagai kejadian sejarah.

Dan untuk memahami masalah ini dari perspektif sejarah, maka kita perlu memperhatikan kembali kebudayaan pada masa itu. Dimana orang Kanaan pada masa itu mempunyai budaya perang yang berkembang di antara mereka. Karena hal itu menunjukkan kekuatan dewa-dewi yang mereka sembah. Dan inilah yang dijumpai bangsa Israel ketika memasuki tanah Kanaan.

Dan yang masih erat kaitannya dengan budaya perang tersebut, yaitu kebiasaan pada masa itu. Dimana “pengkhususan”21 semacam itu merupakan hal yang biasa terjadi dalam agama pada masa itu. Karena banyak bangsa di Timur Tengah kuno yang mempunyai kebiasaan untuk mempersembahkan manusia dan harta benda serta tawanan kepada dewa-dewa mereka.22

Sehingga kebiasaan itu dapat menolong kita untuk memahami mengapa bangsa Israel tidak menganggap pembantaian orang Kanaan itu salah.


IV. Kesimpulan.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada bagian pendahuluan, bahwa pembantaian terhadap orang Kanaan ini merupakan permasalahan yang serius karena menimbulkan etis. Maka dari apa yang telah dipaparkan dalam paper ini, saya berkesimpulan bahwa pembantaian terhadap orang Kanaan ini merupakan sebuah tindakan yang berbentuk kasuistik. Sehingga tidak dapat menjadi alasan untuk melakukan hal yang serupa di kemudian hari.

Karena pada akhirnya, setelah bangsa Israel menetap di Kanaan, tidak pernah lagi tindakan seperti itu dilanjutkan kembali. Sebab pemusnahan itu dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang diberikan Allah kepada bangsa Israel dalam mengadakan perang suci, yang terdapat dalam Ulangan 20. Dimana dari pembatasan seperti itu -dan dari PB- kita dapat mengetahui bahwa prinsip pemusnahan tidak boleh dijalankan dalam perang manapun juga. Tetapi hanya pada saat itu dalam sejarah, pemusnahan menjadi cara Allah untuk mengajar umat-Nya.23

Namun bila dikaitkan dengan Perjanjian Baru. Maka seolah-olah ada sesuatu pertentangan yang muncul antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dimana dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus mengajarkan prinsip kasih dalam hidup orang percaya, terutama kepada musuh-musuh kita. Dan perang merupakan suatu problem yang cukup serius dalam perspektif Perjanjian Baru.24

Mengenai hal ini, Tremper Longman III berpendapat:25

“Tuhan dari Perjanjian Lama bukan seorang figur yang sembarangan dan gelap, dan Yesus bukan seluruhnya bunga, terang, dan kebaikan yang lemah lembut. Yahweh tidak pernah berubah-ubah atau dengan sembrono menghukum seseorang. Sebaliknya kesaksian dari Perjanjian Lama adalah konsisten bahwa Ia adalah ‘Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya’ (Kel. 34:6). Ia menghukum hanya setelah pemberontakan yang berulang-ulang dan peringatan yang terus menerus.”


Jadi, sesungguhnya Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak pernah bertentangan. Melainkan justru terdapat kesinambungan/kontinuitas26 dari dua perjanjian tersebut.

Dan untuk memahami kesinambungan/kontinuitas ini lebih baik lagi, maka harus dilihat dari prinsip penting yang merupakan pusat dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Yaitu prinsip kasih.27 Dimana taurat Musa maupun ajaran Tuhan Yesus semuanya ditopang oleh kasih. Karena keduanya memerintah orang saleh untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati (band. Ul. 6:5 dan Mat. 22:37), dan mengasihi sesama seperti dirinya sendiri (band. Im. 19:18 dan Mat. 22:39). Sehingga oleh karena itu, berperang dalam Perjanjian Lama demi kebenaran dan keadilan untuk membela Allah dan sesama manusia, merupakan ungkapan kasih dan tidak bertentangan dengan etika Yesus.

DAFTAR PUSTAKA

Cairns, I.J. Tafsiran Kitab Ulangan pasal 1-11. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1997.


Craigie, Peter C. The Problem of War in The Old Testament. Grand Rapids,

Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1986.

Djoeng, Budiono. Diktat Kitab-Kitab Sejarah. Surabaya: Unpublissed, 2005.


Dyrness, William. Tema-Tema dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang:

Gandum Mas, 2001.


Green, Denis. Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama. Malang:

Gandum Mas, 1984.


Hill, Andrew & Walton, John. Survei Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas,

2001.


Howard, David M. Kitab-Kitab Sejarah dalam Perjanjian Lama. Malang:

Gandum Mas, 2002.


Kaiser, Walter. Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2000.


Kaiser, Walter. Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama. Malang; SAAT,

2001.


LaSor, W.S. dkk. Pengantar Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2004.


Longman III, Tremper. Memahami Perjanjian Lama. Malang: SAAT, 2000.


Packer, J.I. dkk. Ensiklopedi Fakta Alkitab, Bible Almanac 1. Malang:

Gandum Mas, 2003.

Wright, Christopher. Hidup Sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I. Jakarta: YKBK, 2002.

1 Dafar penduduk asli Kanaan tidak selalu meliputi tujuh bangsa:

Kej. 15:19-21 mencatat 10 bangsa;

Kej. 10:15-18 mencatat 5 bangsa;

Kej. 3:8, 17 mencatat 6 bangsa;

Ul. 20:17 mencatat 6 bangsa;

Yos. 3:10 mencatat 7 bangsa; dsb.

Maksud pengarang kitab ini barangkali adalah menonjolkan jumlah “tujuh” sebagai jumlah bulat, dalam arti “segenap kekuatan bangsa-bangsa kafir”, yang harus mengalah di hadapan kuasa Tuhan. I. J. Cairns, Tafsiran kitab Ulangan 1-11, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 143.

2 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I, (Jakarta: YKBK, 2002), hlm. 501.

3 Kanaan merupakan ujung bagian selatan dari wilayah yang dikenal sebagai tanah sabit yang subur. J.I. Packer, dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab, Bible Almanac 1, (Malang: Gandum Mas, 2003), hlm. 352.

4 Andrew E. Hill, John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2001), hlm. 75.

5 Bible Almanac 1, hlm. 353.

6 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 1, hlm. 503.

7 Yaitu agama yang merupakan perkembangan dari bentuk politeistik, dimana mereka mengakui banyak dewa-dewi dan setan-setan. Dan menerima berhala-berhala tersebut dalam sebuah kuil. Bible Almanac 1, hlm. 177. Band. Dgn. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 1, hlm. 503.

8 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 1, hlm. 503.

9 Walaupun pada millenium ke-2 sM, pengorbanan manusia secara arkeologis belum dapat dipastikan. Akan tetapi bukti bahwa agama orang Kanaan memiliki sifat kebinatangan dan jasmani dalam tabiat manusia jelas dari naskah-naskah Ugarit dan naskah-naskah Mesir yang berasal dari bangsa Semit. Ibid., hlm. 503.

10 Ibid., hlm. 503.

11 Walter C. Kaiser, Jr, Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2000), hlm. 167.

12 Christopher Wright, Hidup Sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 57.

13 Band. Dgn, Walter C. Kaiser, Jr, Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama, (Malang: SAAT, 2001), hlm. 119.

14 Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984), hlm.76-78.

15 Budiono Djoeng, Diktat Kitab-Kitab Sejarah, (Surabaya: Unpublissed, 2005), hlm. 15.

16 Kitab-Kitab Sejarah dalam Perjanjian Lama, (Malang:Gandum Mas, 2002), hlm. 98.

17 Diktat Kitab-Kitab Sejarah, hlm. 8.

18 Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama, hlm. 119.

19 W.S. LaSor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 292.

20 Bible Almanac 1, hlm. 254.

21 Kata Ibrani yang digunakan ialah Khérém, yang diterjemahkan “dikhususkan bagi Tuhan untuk dimusnahkan” (Yosua 6:17).

22 Pengantar Perjanjian Lama 1, hlm. 291.

23 William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2001), hlm. 164-165.

24 Peter C. Craigie, The Problem Of War In The Old Testament, (Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1986), hlm. 11-12.

25 Memahami Perjanjian Lama, (Malang:SAAT, 2000), hlm. 65.

26 Kesinambungan atau kontinuitas yang dimaksud bukan dalam arti “menggantikan” atau “memperbaharui untuk meniadakan yang lama”, tetapi kontinuitas dalam pengertian melihat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai satu kesatuan pewahyuan Allah yang sifatnya progresif. Kalvin S. Budiman, Prinsip Dasar Etika Kristen Tentang Perang: Sebuah Tinjauan terhadap Pacifism dan Just War Theory, Veritas Vol. 4 No. 1, (Malang:SAAT, April 2003), hlm. 47.

27 Bible Almanac 1, hlm. 608.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

How to Make Money from Betting Odds in Money Game?
We explain exactly 1xbet how it works, septcasino how it works, and how to make money using the strategies that we have Betting Odds for sports · Betting หารายได้เสริม Odds for poker · Betting Odds for